Site icon Tomorieru Translation

CREATOR INTERVIEW – Sutradara Anime Nijigasaki, Kawamura Tomoyuki | Nijigasaki High School Idol Club TV Anime Book

Berkomitmen Pada Realistis

Merasakan Sosok Mereka Sebagai “Siswi SMA Yang Nyata”

Bagaimana perasaan anda ketika mendapat tawaran menjadi sutradara Love Live Series?

Aku tahu jika ini adalah seri yang dibuat oleh Sunrise dengan kualitas yang tinggi. Story-nya juga tegas dan terlihat menarik sehingga aku ingin mencobanya, makanya aku menerima tawarannya. Saat itu juga disampaikan padaku bahwa ini berbeda dengan “Love Live” dan “Love Live! Sunshine!”.

Bagaimana kesan anda ketika pertama kali mengetahui series “Love Live! Nijigasaki High School Idol Club”?

Aku merasa bahwa konsep solo idol ini menarik karena berbeda dengan seri-seri sebelumnya. Selama ini inti dari kisah Love Live sendiri adalah mencapai “Love Live” yang merupakan turnamen nasional, tapi Nijigasaki lebih menggambarkan bagaimana sudut pandang nyata siswi SMA menjalani kegiatan klubnya dengan lebih minimalis. Aku ingin masing-masing membernya disorot dan menghargai perasaan mereka ketika menjalani kegiatan klub.

Aku bilang ingin menyampaikan kisah “Siswi SMA Yang Nyata” itu pada Produser dan Penyusun Serinya Tanaka Jin, kami berkali-kali melakukan meeting dan akhinya kami putuskan untuk menggarap seri ini bersama. Member yang berpartisipasi dalam rapat skenarionya kami minta berkumpul di ruang rapat Tokyo Big Sight dan menulis sebuah kisah selama seharian.

Dan melalui latar belakang kisah itu, ada kesan bahwa masing-masing member digambarkan dengan teliti.

Sebelum pembuatan skenario, kami juga mewawancarai masing-masing cast. Aku dan Tanaka masih belum memahami tentang member-member Nijigasaki, jadi kami meminta para cast yang memerankan karakternya untuk menceritakan bagaimana member tersebut, itu adalah hal yang penting karena merekalah yang paling tahu dan paling paham soal Nijigasaki dan membernya. Syuting 13 episode ini yang menurutku besar sekali. Aku merasa akting yang para cast berikan pada masing-masing member sangatlah kuat.

Selain menggambarkan kisah Siswi SMA yang nyata, apakah ada poin lain yang anda tekankan?

Contoh mudahnya adalah Rina. Aku benar-benar terkejut saat pertama kali melihat visualnya, hahaha. Pakai board terus menerus dalam kehidupan sehari-hari itu benar-benar jauh dari kenyataan, jadi aku yakin pasti biasanya dia melepaskannya. Dari sanalah aku mulai memikirkannya.

Lalu, aku selalu menekankan agar para member tidak bertindak seperti tim produksi, agar member tidak simbolis. Aku selalu berdiskusi dengan Tanaka dan Staff untuk lebih dekat dengan perasaan masing-masing member Nijigasaki.

Bicara mengenai realistis, Odaiba juga direalisasikan guna menjadi panggung mereka, ya.

Kami berburu lokasi di Odaiba selama seharian bersama staff, tapi tak lupa juga memandangnya sebagai sebuah lokasi wisata. Aku yakin semua orang akan langsung menyadari jika ada Rainbow Bridge, dan pasti sudah tidak asing lagi dengan Tokyo Big Sight. Dengan menggambar spot wisata tersebut juga berawal dari keinginan untuk mempertemukan kisah dan kenyataan. Aku juga menjadikan Tokyo dan Ueno sebagai panggung kuat di anime “Mitsuboshi Colors”, jadi aku ingin para fans merasa bahwa “Kebetulan mereka tidak ada disini, tapi pasti disinilah jalan yang mereka lalui”. Aku juga meminta agar Nijigasaki dibuat sebisa mungkin menyesuaikan dengan Odaiba.

Apakah ada poin realistis lain yang anda tekankan?

Warna. Aku menurunkan saturasi pengaturan warna dalam seri aslinya. Dalam karya ciptaan Sunrise, sudah jadi tradisi menaikkan saturasi warna, tapi aku ingin sebisa mungkin lebih realistis, dan secara nyata menyampaikan bahwa mereka itu benar-benar ada, jadi itu yang aku pesankan. Pada keputusan akhirnya, selera Akama Misako (Pengatur Warna) dan Mebachi (Design Works) ini benar-benar bagus…! Aku bahkan tidak berkomentar apa-apa lagi setelah difinishing oleh staff.

Keunikan Nijigasaki Sebagai “Solo Idol”

Member Nijigasaki Yang Berpacu Seorang Diri Di Panggung Yang Luas

Anda selaku sutradara, bagaimana cara anda menangkap kelebihan Nijigasaki sebagai solo idol?

Saat wawancara cast, aku menanyakan sejumlah pertanyaan seperti “apa pendapatmu mengenai konsep solo idol?”, “apakah ada perbedaan ketika menyanyikan lagu solo dengan ketika menyanyikan lagu grup “Tokimeki Runners”? pada mereka. Kebanyakan mereka menjawab jika bersama lebih tenang, lebih rileks jika bernyanyi sama-sama. Lalu, aku berpikir apa bedanya dengan kegiatan idol grup.

Yang membuatku terkesan adalah saat melihat rekaman “Matching Festival”. Walau bukan giliran mereka tampil, tapi mereka tos ketika salah satu member menuju panggung, dan saling memberikan dukungan. Melihat penampilan temannya bagus, tanpa sadar mereka meneteskan air mata di balik panggung…. Aku merasa adegan itu benar-benar keunikan dari Nijigasaki.

Anda juga mencerminkan persahabatan para cast Nijigasaki di TV animenya.

Yang berkesan dari mereka adalah mereka solo tapi saling mendukung satu sama lain. Solo idol yang biasanya adalah seorang artis yang beraktivitas sendirian, dan di balik panggung bukan berarti mereka punya teman. Kenyataan bahwa Nijigasaki tidak demikian adalah keunikan mereka. Mereka solo, tapi ada teman.

Benar-benar menggambarkan “teman tapi rival”, ya.

Itu juga merupakan salah satu adegan yang ingin aku sampaikan ketika memikirkan apa itu solo idol. Berdiri seorang diri di panggung luas yang cukup untuk beberapa orang pastinya merupakan tekanan yang besar. Tapi, walau teman-temanmu tidak ada di atas panggung, tapi karena kamu punya teman, maka kamu bisa melangkah ke panggung besar itu seorang diri. Itulah kisah yang ingin aku sampaikan.

Apakah anda juga memasukkan konsep solo idol dalam pembuatan MV-nya?

Dalam kebanyakan seri anime yang menampilkan 11 orang menari, kini jadi hanya satu orang, dan dalam videonya aku tidak boleh membuatnya terkesan sepi, jadi aku membuat perhiasan panggungnya jadi lebih mencolok dan menambahkan efek. Aku juga menekankan kecepatan perpindahan kameranya, tapi itu juga agak tidak kalah dengan gambarnya.

Agak di luar topik, tapi menampilkan kostum dari “SIF” dan “SIFAS” menurutku membuat penggemar lama jadi ikut senang.

Aku senang jika memang demikian. Kostum game itu benar-benar penuh pernak-pernik sehingga sulit untuk digerakkan, tapi mungkin untuk direalisasikan dalam adegan tidak bergerak. Aku meminta pada staff agar dibuat tetap apa adanya.

Seru sekali melihat banyak easter egg yang bertebaran di dalamnya. Apakah memang itu yang anda tekankan?

Aku memang ingin fans yang sejak lama sudah mendukung Nijigasaki merasa senang. Hanya saja, aku ingin membuat kisahnya dapat dipahami tanpa mengetahui easter egg-nya sama sekali. Dasarnya kami ingin membuat fans yang mengetahui Nijigasaki lewat animenya menyukainya, selain demikian aku juga ingin jika ada fans konvensional Nijigasaki yang senang, dan ada yang merasa puas lalu nyengir kecil ketika mengetahuinya, makanya aku menyelipkan hal tersebut. Aku sendiri sangat menyukai itu.

Perasaan Yang Berubah Terhadap Takasaki Yuu Selama Produksi

“Anata” Yang Merupakan Presentasi Ikatan Idol dan Fans Menjadi Seorang Gadis

Dalam animenya, anda menambahkan Takasaki Yuu yang merupakan seorang fans, sehingga menjadi ciri khas dalam penggambaran kisahnya.

Dia adalah karakter player dalam game-nya, ya. Bukan berarti membuatnya tidak exsist dalam animenya, tapi aku merasa  dengan interaksi Yuu yang merupakan perwakilan “anata” sekaligus fans, dapat menggambarkan aspek baru dalam School Idol.

Berarti Yuu merupakan perwakilan fans, ya.

Benar. Makanya sejak awal aku sampaikan agar tidak usah terlalu menggambarkan latar belakang Yuu. Jika ada drama masa lalu yang kuat pada karakter Yuu, maka akan ada pertentangan dengan penonton. Aku ingin Yuu menjadi karakter yang punya pandangan yang sama dengan penonton. Saat masa awal produksi animenya, memang ada rencana untuk menceritakan kisah masa lalunya dengan Ayumu, tapi yang penting dalam karya aslinya adalah bukan menceritakan kenangan masa lalunya secara keseluruhan, tapi perkembangan kisah dalam timeline utama.

Apa maksud ungkapan anda tersebut?

Di anime sering diceritakan bahwa ada kejadian seperti ini yang menyebabkan sifatnya di masa sekarang jadi seperti ini, tapi jika unsur seperti itu terlalu banyak maka akan menurunkan sensasi realitasnya. Aku ingin mereka berimajinasi, tapi tidak ingin mereka sependapat dengan imejnya. Aku membuatnya seakan seperti dokumenter kegiatan klub selama 3 bulan, makanya hampir tidak ada timeline maju mundur. Aku ingin kameranya bergerak secara realtime, agar kisahnya terkesan seperti drama dimana para penonton dapat merasakan para member seakan ada di sisi mereka.

Dengan di satu sisi Yuu sebagai perwakilan fans, saya merasa dalam 10 episode awal seperti Yuu menemukan apa yang dia ingin lakukan, merupakan perkembangan kisah yang unik.

Dengan Yuu mulai bermain piano, bukan untuk memproyeksikan “anata”, tapi untuk menjadikannya karakter “Takasaki Yuu”, namun apakah memang sebaiknya alurnya seperti demikian, kami memakan banyak waktu mendiskusikan hal tersebut di rapat skenario. Alasan kenapa adanya pendapat itu karena dalam kisahnya Yuu bicara dan memulai aktivitasnya, makanya kesan kami terhadap Yuu berubah. Para karakter juga hidup dalam kisahnya, makanya semakin melenceng dari ide awalnya.

Berarti kesan tim produksi terhadap Yuu berubah seiring produksi, ya.

Tepat. Aku tidak ingin akhir kisahnya ditentukan duluan sehingga karakternya bergerak mengikuti tujuan itu. Aku punya latar belakang ingin akhir kisahnya ditentukan spontan seiring produksinya berjalan.